http://dwitasarii.blogspot.com

Selasa, 15 Januari 2013

Dia Kamu

Dia dan Kamu

Tak banyak kata yang terucap, cukup berjuta butiran air mata yang menjawabnya semuany.
Dan detiki itu pula, sekelilingku berubah menjadi diam, tak berkutik melihat manusia seperti aku.
Mereka tak berani menyentuhku sedikitpun, bernafaspun dia enggan. 
Dan mereka ikut mati bersama rasa ini.

Rabu, 25 Juli 2012

Karena Ega Untuk Ela


Bel bunyi tanda waktu untuk pulang, dia langkahkan kaki penuh kebimbangan dan kegundahan. Sesekali dia membuka inbok di hapenya. Nihil, tak ada satupun pesan baru di hapenya. Wajahnya semakin kusut dan kalut.
“ Setelah pulang les aku harus pergi menemuinya. Harus...” tegas Ela.
Waktu menunjukkan pukul 15.00, tepat ketika Ela pulang dari lesnya. Dia tatap awan yang begitu murung untuk menyapa manusia dibelahan bumi ini. Meskipun begitu, Ela tetap pada pendiriannya. Dia semakin bertekad untuk menemui Ega, lelaki yang sangat dia sayangi. Lebih tepatnya belahan hati Ela.
Sesampainya di rumah, dia segera bersiap-siap untuk pergi ke Bandung. Tempat dimana Ega berada.
“Dik, kakak mau pergi ke Bandung. Kakak tadi udah pamit Bunda. Kamu jaga rumah ya, terus kalau ntar bunda telepon kamu bilang kalau kakak pulang besok” pesan Ela kepada adiknya, Hanida.
“Kakak pergi ke Bandung mau ketemu Kak Ega kah?Terus kakak mau nginep dimana?” tanya Hanida.
“Heem. Mungkin di kos-kosannya Kak Risty” jawab Ela ragu.
“Ohh iya, jangan lupa kalau ayah pulang siapin makan malam, aku berangkat dulu. Takut sampai Bandung kemalaman. Hati-hati di rumah” tambah Ela.
“Hati-hati Kak, pulangnya jangan malam-malam” kata Hanida.
**********
Beberapa menit dia menunggu bus datang, dia mencoba menghubungi Ega. Tak lama kemudian, terdengar suara di seberang sana.
“Iya, ada apa? Kamu jadi kesini?” tanya Ega kepada Ela.
“Heem, ini lagi di halte nunggu bus. Kamu darimana aja?Baru bangun tidur?” tanya Ela.
“Iya, aku baru bangun tidur. Ya udah, kamu hati-hati di jalan. Kalau kamu udah sampai terminal hubungi aku, ntar aku jemput,” jawab Ega datar.
“Hah?Cuma itu ya?Hmmm. Ok” tegas Ela kesal.
Setelah Ela menutup telepon, bus jurusan Bandungpun tiba. Dia bergegas memasuki bus, meski hatinya gundah karena sikap Ega yang acuh kepadanya. Dia segera mencari tempat duduk yang menurutnya sangat strategis untuk meluapkan semua kekesalannya. Dia berusaha menghibur kekecewaannya kepada Ega dengan  melihat pemandangan sepanjang perjalanan.
“Pemandangan yang indah. Seindah harapanku sekarang” hibur Ela dengan sebuah senyum keyakinan.
“Aku yakin, suatu saat aku bisa merasakan bahagia dengan Ega. Aku percaya itu. Semua pasti indah pada waktunya” tambah Ela dalam hati.
Ela begitu optimis dengan semua yang dia lakukan. Apapun yang dia lakukan demi Ega dan hanya untuk Ega. Dia memiliki beribu harapan indah, seindah apa yang telah dia katakan. Dia berusaha merajut kasih sayangnya meski penuh dengan pengorbanan dan air mata. Dan dia percaya bahwa cerita cintanya akan berakhir dengan senyuman.
Dua jam perjalanan telah dia lalui, sebentar lagi dia sampai di tujuan. Seketika nada dering di hapenya berbunyi. ‘Ku coba untuk melawan hati, tapi hampa terasa disini tanpamu. Bagiku semua sangat berarti lagi. Ku ingin kau disini tepiskan sepiku bersamamu’ (suara nada dering).
“Ada apa Ga? “ tanya Ela lemas.
“Kamu sampai mana?” tanya Ega tanpa menjawab pertanyaan Ela.
“Ohh, gak tau sampai mana. Cuma sebentar lagi sampai kok. Kamu jemput sekarang?” kata Ela.
“Ntar aja kalau kamu udah sampai terminal. Langsung sms aku” jawab Ega dan langsung menekan tombol warna merah di hapenya.
“Iya, aku pasti sms kamu kok” jawab Ela dengan linangan air mata.
************
Tepat pukul 18.45, Ela telah sampai di terminal. Dia langsung menghubungi Ega agar segera menjemputnya. Alhasil Ega datang 30 menit setelah Ela menghubunginya.
“Maaf lama nunggunya, aku tadi lagi bantu teman kontrakan” kata Ega tak bersalah.
“Iya, gak apa-apa kok” jawab Ela dengan sabar.
Kemudian Ega mengajak Ela menikmati malam kota Bandung. Semua penat serasa hilang. Kegundahan, kekesalan  dan juga kekecewaan sekejap terlupakan. Ibarat bintang ditengah malam, meski kelam tapi selalu bercahaya dan tetap abadi.
“Malam yang indah” celetus Ela.
“Kamu bilang apa? Malam yang indah?” jawab Ega dengan senyum manisnya.
“Heem. Kamu tau kenapa aku bilang seperti itu?” tanya Ela asal-asalan.
“Pasti karena ketemu aku ya?iya kan?” goda Ega kepada Ela.
“Iya sih, tapi bukan itu. Hmmmm...aku bilang seperti itu karena aku bisa meneruskan cerita cintaku. Penuh dengan warna. Apalagi ada warna pinknya. Hehehe...” jelas Ela.
“Iya-iya, aku percaya kok. Ada warna pinknya buat kamu. Ada nomer delapannya buat aku” goda Ega sekali lagi sambil mencubit pipi Ela.
“Lhoo, itu warna. Bukan nomer Ega” tegas Ela.
“Hehe. Yang penting aku sayang kamu” kata Ega penuh semangat.
Setelah lama bercerita, Ega segera mengantar Ela menuju tempat kos saudaranya untuk tempat penginapan semalam. Walaupun Ela harus membayar 10ribu untuk penginapan, tapi semua demi Ega pasti dia lakukan.
*********
Esokpun datang, hari ini adalah hari Ela untuk Ega. Dia ingin menghabiskan waktu dengannya. Tak urung juga dia menerima pesan dari Ega dihapenya.
“Habis ini tak jemput, aku gak ada yang masakin. Ada daging dikulkas, tapi gak ada yang bisa masak. Setelah itu tak ajak jalan-jalan deh. Janji!” rayu Ega.
“Haha. Kamu lucu. Iya-iya. Habis ini kamu jemput ya” jawab Ela dengan senang hati.
Lalu Ela segera bersiap-siap untuk melanjutkan cerita cintanya bersama Ega lagi.
“Kak, terima kasih udah bolehin aku nginep disini. Hehe. Aku mau keluar sama Ega, tapi mungkin aku langsung pulang. Gak apa-apa kan?” tanya Ela kepada saudaranya, Risty.
“Kamu disini bayar sayang, jadi terserah kamu donk. Udah Ela, kamu biasa aja sama aku. Kayak sama siapa aja” jawab Risty.
“Ok.ok. Kapan-kapan kalau aku kesini lagi, nginapnya disini yak?” tanya Ela.
“Boleh-boleh. Berani berapa?” goda Risty.
“Hee...” jawab Ela.
Tak lama kemudian, Ega datang menjemput Ela.
**********
Sesampainya dikontrakan Ega, Ela langsung menuju dapur. Ega juga membantunya memasak daging yang dimintanya. Wajah mereka terlihat bahagia. Tertawa bersama. Harapan Ela pun terjawab juga hari itu.
Selesai memasak dan makan bersama Ega. Mereka segera meneruskan cerita cintanya. Ega mengajak Ela jalan-jalan. Menjelajahi lebih jauh ceritanya bersama Ega sambil menikmati pemandangan di kota Bandung. Setelah itu, mereka kembali ke kontrakan Ega.
Tapi sayang, waktu menunjukkan pukul 11.00. Saatnya Ela untuk pulang, meski ada rasa sedih tapi Ela senang bisa mengobati kerinduannya kepada Ega.
“Kok udah jam 11 ya?” tanya Ela pada dirinya sendiri.
“Udahlah, gak usah bilang gitu. Kamu itu selalu...” celetus Ega.
“Selalu apa?hah?” tanya Ela kepada Ega.
“Selalu minta lebih. Sabar donk. Aku tau apa yang kamu inginkan. Semua itu butuh proses. Ingat! Orang sabar itu hasilnya memuaskan. Kamu percaya aku, aku percaya kamu” jelas Ega dengan tenang.
Mata Ela berkaca-kaca mendengar Ega berkata seperti itu. Namun Ega dengan sigap memeluk Ela. Menenangkan hatinya. Tangis Ela pun tak terbendung lagi.
“Aku takut kehilangan kamu Ega” keluh Ela penuh dengan isak tangis.
“Aku sayang kamu, jawaban itu udah mewakili semuanya” tutur Ega penuh bijak.
“Hmm, cuma itu?” kata Ela.
“Lhoo, masih diulangi ternyata. Cup.cup. Aku sayang kamu Ela” kata Ega lebih bijak lagi.
Hari itu juga, pertemuan mereka berakhir. Tapi bukan untuk selamanya. Hanya sementara. Ela berharap suatu saat ada hal terindah yang akan menjadi kelanjutan cerita cintanya. Meski Ega acuh kepada Ela, tapi Ela yakin semua yang dilakukan Ega kepada Ela pasti ada hikmahnya. Dan Ela selalu percaya bahwa Tuhan mengirimkan Ega untuknya. Untuk Ela. Karena Ega Untuk Ela.